Apalah Arti Cinta
Bila aku tak bisa memilikimu
Semua orang selalu bilang, “kita akan bahagia, kalau
melihat orang yang kita sayang juga bahagia”. Ya, itu memang benar,
sangat benar malahan. Tapi, bagaimana kalau kita melihat orang yang kita
sayangi itu malah bahagia dengan ‘orang lain’? Apa kita akan tetap
bahagia juga? Tentu saja itu cerita berbeda! Setidaknya, itu menurutku.
Hanya orang munafik yang mengatakan akan tetap bahagia, bukan? Mungkin
memang terdengar egois. Tapi, apa peduliku? Semua orang juga ingin
bahagia dengan cara yang membuat mereka puas, kan?
Sakit. Apakah kata itu
memiliki arti yang sama dengan kata ‘bahagia’? Tentu saja tidak! Hei,
kalian! Berhentilah menjadi ‘sok’ tegar. Buat apa membohongi perasaan
sendiri?
Entah kenapa, semua orang
selalu percaya kata ‘sabar’. Apakah kita memang harus selalu bersabar?
Hei, sadar! Semua manusia juga punya batas kesabaran, kan? Memang Tuhan
berkata, “orang yang bersabar, pasti akan mendapat kebahagiaan pada
akhirnya”. Yaah, aku juga percaya itu, tentunya. Tapi, tak bisa
kupungkiri juga, aku bukan cuma membutuhkan ‘happy ending’, bukankah
semua orang juga mendambakan dapat berperan pada cerita yang isinya juga
bahagia?
Mungkin aku memang
terdengar sebagai hamba yang kurang bersyukur, tapi yang kubutuhkan saat
ini hanya satu. Tak lebih! Aku ingin bahagia bersamanya! Apakah itu
permintaan yang muluk? Apakah sulit dikabulkan dengan latar
kehidupanku? Aku tak pernah meminta jadi kaya, cantik, pintar, ataupun
populer. Tapi kenapa, hanya untuk mendapatkannya begitu sulit? Aku
sadar, perbedaanku dengannya memang bagaikan ‘langit dan bumi’. Tapi,
bukankah cinta tak memandang apapun?
Apalah arti cinta
Bila pada akhirnya, takkan menyatu
“Gue sadar perbedaan kita,
Mal”, ucapku getir pada sosok penyemangat hidupku itu. “Gue gak perduli
itu,Mit.. Gue janji, kita akan slalu bersama”. Ah.. Ketulusannya
benar-benar menyadarkanku. Aku tersenyum, aku benar-benar percaya
padanya. Bahkan, pada saat ia mengatakan bahwa bulan itu berbentuk kubus
dan bukan bola, pun, aku akan mempercayainya.
Ia memelukku. Hangat. Oh Tuhan, hanya satu permintaan hambamu ini, abadikan cinta kami.
Sesulit ini kah jalan takdirku
Yang tak inginkan kita bahagia
“mit..”, panggilnya
padaku. Entah kenapa, nada suaranya terdengar ragu-ragu dan bergetar.
“Hm?”, jawabku singkat. Ah.. Aku memang jahat, padahal aku sudah
mendengar nada suaranya itu, namun entah kenapa pandanganku masih tetap
ke objek yang begitu mempesona itu. Awan dan matahari. Mengapa awan dan
matahari? Bukankah semua orang tau, kalau objek yang paling mempesona
adalah ‘bulan dan bintang’? Yaah, melihat bintang dan bulan di malam
hari memang terdengar sangat romantis. Tapi, entahlah apa yang kami
fikirkan tentang itu. Menurutku, asalkan kami slalu bersama, itu tidak
masalah.
“Awaan..”, ucapnya lagi
padaku. Awan. Ya, itulah panggilannya padaku. “Knapa sih, Matahari?”,
tanyaku sambil mengalihkan pandangan padanya. Rajasa Ikmal Tobing adalah
Matahari bagiku. Sosok penyemangat yang benar mirip matahari yang tak
pernah lelah menyombongkan sinarnya yang tak pernah redup itu. Dan
baginya, aku, Cameria Happy Pramita adalah Awan. Awan yang menutupi
panas matahari, itulah pengibaratannya. Aku adalah sosok yang menutupi
kekurangannya, terangnya dulu. Padahal aku yang notabene pacarnya selama
3 tahun ini, masih tak pernah mengetahui kekurangannya sampai sekarang.
Paling, hanya kebiasaan-kebiasaan jeleknya saja.
Ia menatap bola mataku
dalam-dalam. Namun, yang kulihat dari matanya malahan sebuah tatapan
yang amat sendu. Sangat berbeda dengan yang biasanya. Tidak cerah, tidak
bersemangat, dan tidak sumringah. Aku mengerutkan kening. “Lo sakit,
Mal?”, ucapku cemas. Sangat cemas malahan. Baru kali ini aku melihatnya
seperti ini, sejak kami ‘pacaran’ memang. Sebelum pacaran, ia memang
sering bermasalah dengan keluarganya. Dan aku tau, karna aku-lah tempat
ia mencurahkan isi hatinya. Tapi setelah kami pacaran, ia tak pernah
memusingkannya lagi, karna ada aku, itu katanya.
Ia tersadar dan segera
mengalihkan wajahnya mendongak menatap langit, sambil memperhatikan
objek yang kami anggap mempesona itu, sama seperti yang kulakukan tadi.
Aku tak mengikutinya, aku tetap memandang setiap lekukan wajahnya. Wajah
orang yang kucintai ini. Wajahnya, terlihat pucat. Sakit? Bukan! Bukan
pucat seperti orang yang sedang sakit, tapi seperti punya beban berat
dalam fikirannya. Apa dia punya masalah keluarga lagi? Aku terus
berfikir dalam hati sambil mengalihkan pandanganku. Aku menunduk penuh
kebingungan. Apa mungkin ini hanya perasaanku saja? Yaah, Ikmal memang
pernah mengatakan bahwa aku ini adalah seorang gadis yang lugu dan amat
polos.
“Mita..”, panggilnya
menyadarkanku dari lamunan. Ah, akhirnya setelah 5 menit dalam diam, ia
akhirnya mau angkat bicara juga. Tapi, entah kenapa nada bicaranya
terdengar manja, sangat berbeda dengan yang tadi.
“Apa, Mal?”, tanyaku lagi. Ia menidurkan kepalanya di pangkuanku, membuatku jadi salah tingkah karna kaget.
“Aku sayang kamu, Mita..
Aku gak perduli, walaupun kamu dari keluarga biasa-biasa..”, ucapnya
benar-benar tulus. Aku tersenyum mendengarnya, tanpa memusingkan kenapa
Ikmal yang tak kalah childish-nya denganku ini tiba-tiba berkata seperti
itu. Di samping sifat dewasanya, memang jelas juga terlihat sifat
kekanak-kanakannya.
“Mit.. Kamu janji satu hal sama aku ya?”, ucapnya sambil dengan manja mengelus rambutku.
“Tentu saja..”, jawabku mantap.
“Apapun itu?”, tambahnya lagi. Aku menyipitkan mata, aku menjadi ragu untuk berjanji dengannya.
“Iyaa.. Apapun itu”, jawabku akhirnya.
“Janji. Kamu bakal selalu bahagia dan gak bakal pernah sedih”, ucapnya. Aku tertawa renyah.
“Janji”, jawabku enteng.
Tidak, aku tak berniat sedikitpun untuk mengingkari itu kok. Aku akan
tetap bahagia walaupun cobaan yang kuhadapi sangat berat, ‘asalkan ada
dia’.
“Walaupun tanpa aku?”, sambungnya yang sangat berhasil membuatku melototkan mata.
“Apa? Kamu bilang apa,
Mal? Jangan aneh-aneh ah!”, ucapku kesal. Aku benar-benar tidak suka
saat ia berkata seperti itu. Ia bangkit dari posisi tidurnya. Lalu ia
duduk sambil mendongak lagi ke langit. Tidak berbeda dengan yang tadi
dilakukannya.
“Coba liat awan dan
matahari itu, Mit”, ucapnya sambil menunjuk langit. Aku ikut mendongak.
“Awan itu gak selamanya di dekat matahari, kan? Pasti ada angin yang
datang ngusir awan dari matahari”, terangnya. Selama ini, aku belum
pernah berfikir sampai seperti itu. Perkataan Ikmal memang benar, tapi..
Hei! Apa maksudnya? Kuulang kata-katanya dan kucerna baik-baik. Ah! Aku
mengerti! Seketika itu pula badanku seperti tersambar petir. Untuk apa
kamu ngomong gitu,MAl?!
“Ma.. Maksud kamu apa
ngomong kayak gitu, Mal? Kamu gak…”, ucapku terbata-bata. Suaraku
bergetar. Aku benar-benar ‘shock’.
“Maaf, Mit.. Tapi aku gak
bisa pungkiri bakal ada pihak ke-tiga, Angin. Angin yang bakal ngusir
kamu, Awan”, ucapnya dengan suara yang terdengar sangat memilukan. Aku
tau dia mengatakan itu dengan penuh penyesalan, tapi.. Apakah ia harus
berkata terus terang seperti itu? Sangat menyakitkan bagiku.
“Kamu.. Selingkuh, Mal?”,
tanyaku ragu. Aku menggeleng kepala tidak percaya dan segera bangkit
dari duduk. Aku berjalan selangkah mundur ke belakang. Saat aku hendak
berbalik untuk pergi sebelum air mataku benar-benar bobol, ia menarik
tanganku.
“Lepasin! Lepasin, Mal!”,
teriakku kesal. Butiran-butiran bening memilukan itu turun dengan
derasnya dari kelopak mataku, seolah-olah hujan lebat turun dari awan.
Aku memukul dadanya dengan kedua tanganku. Dasar lelaki! Semuanya
pembohong dan hanya bisa menyakiti wanita!
“Dengerin aku dulu,
Mit..”, ucapnya. Arrgh! Dasar cowok tukang melas! Aku sakit hati, Mal!
tapi aku gak bisa benci kamu.
Ia memegang tanganku dan
menariknya hingga tubuhku tertarik kepelukannya. Aku masih saja terisak.
“Kenapa, Mal? Kenapa?”, tanyaku dalam pelukannya. Ia melepas
pelukannya, lalu memegang kedua bahuku.
“Dengar dan tolong
ngertiin ini, Mit”, tegasnya. Aku terdiam dan masih mencoba mengontrol
volume tangisku. “Apa?”, tanyaku dingin.
“Aku dijodohin sama
ortuku”, ucapnya sambil menunduk. Ouch! Badanku kali ini benar-benar
sangat lemas, lututku bergetar hebat. Ah! Aku gak boleh pingsan
sekarang, aku harus mendengar penjelasan dari mulut penuh omong
kosong---setidaknya dari laki-laki ini. “Dan aku gak bisa nolak”,
sambungnya. Arrgh! Hentikan! Cukup, MAl! Enough! Aku gak mau dengar
lagi! “Aku….”
“Stop, Mal! Jadi, kamu mau
gitu, dijodohin sama orang yang gak kamu cinta? Yang kamu cinta itu
aku, kan, Mal?”, ucapku dengan suara yang bergetar.
“Aku memang cinta kamu,
Mit.. Cinta banget. Tapi, kata Papaku, cinta itu bisa datang karna ada
kebersamaan. Jadi, Papa nyuruh aku ngelupain kamu dan mencoba mencintai
gadis itu”, terangnya lagi.
“Kamu emang benar, Mal. Cinta memang bisa
datang belakangan, tapi kalau kamu udah ada aku, untuk apa mencoba
mencintai cewek lain?”Ucapku dalam hati
“Siapa cewek itu, ?”, tanyaku lagi.
“Dara, Dara Rizki Ruhiana”, jawabnya ragu.
Oke! Untuk kedua kalinya, petir datang
menyambarku. Ya, Tuhan.. Apa memang Kau tak mengizinkan hamba bersama
orang yang hamba cintai? Aku tau, Dara Rizki Ruhiana Itu adalah seorang
gadis ‘perfect’. Dia anak baru di kelasku. Ya, dia memang cantik,
bertalenta, kaya, populer, dan baik. Aku memang kalah jauh dibanding
dia.
“Oke kalau gitu, Mal..
Lagipula, dari dulu aku udah tau perbedaan kita. Dara emang gadis yang
selevel denganmu, Mal. Gak kayak aku, gadis miskin yang bodoh. Semoga
saja kamu gak bohongin aku selama ini, setidaknya”, ucapku pedas.
Entahlah,
aku tak perduli apa Ikmal merasa tersindir
atau tidak. Tapi, aku memang benar-benar benci dengan hal ini! Coba
kalian bayangkan berada di posisiku. Orang yang kalian sangat sayangi,
justru akan dijodohkan dengan orang lain yang lebih ‘perfect’ dibanding
kalian. Apa yang kalian rasakan? Sakit hati, iri dan cemburu menjadi
satu? Kenapa orang yang ‘biasa-biasa’ sangat susah mendapat kebahagiaan?
Sedangkan orang ‘kaya’ dengan mudahnya merebut kebahagiaan orang
biasa-biasa itu. Hei! Ini sangat tidak adil!
Ikmal termangu. Mungkin
dia tidak menyangka kalau aku bisa menyindirnya. Aku segera berlari
meninggalkannya. Ikmal!
Bila aku tak berujung denganmu
Biarkan kisah ini kukenang s’lamanya
Tuhan, tolong, buang rasa cintaku
Jika tak kau izinkan aku bersamanya
Sabtu, 19 Juni 2011
Hari ini, tepat 8 bulan
berakhirnya hubunganku dengan Ikmal. Aku bersiap-siap untuk pergi.
Kemana? Tentu saja ke acara pertunangan Ikmal dengan Dara. Yaah,
setidaknya mereka masih mau mengundangku ke acara ‘terhormat’ itu.
Dengan bantuan Bunda dan Icez, kakakku, aku berdandan untuk menghadiri
acara yang ‘wah’ itu.
Dan sekarang, inilah aku,
berdiri di depan kaca sambil melongo hebat. “Benarkah ini aku?”. Kuulang
sesering mungkin pertanyaan itu supaya aku bisa percaya.
“Ya, Sayang.. Itu memang kamu. Anak Bunda yang cantik”, ucap Bunda sambil tersenyum puas.
“Kamu sih.. Gak pernah
dandan cantik-cantik, padahal Kak Icez mau lho ngebantuin kamu sesering
mungkin. Asal kamu jadi cantik deh pokonya”, ucap Kak Icez dengan gaya
khas-nya.
“Yee.. Jadi aku cuma cantik sekarang aja nih?”, kataku protes.
“Gak juga kali, Mitun”, ucap Kak Icez lagi sambil mencubit pipiku pelan.
“Apaan sih, Kak”, ucapku
sambil manyun. Namun, perasaan tidak percaya itu masih tetap
berlalu-lalang di fikiranku.
Astaga, lihat ini! Diriku
yang memakai gaun berwarna putih susu selutut, dengan bando putih polos
yang menghiasi rambutku . Ditambah dengan anting-anting berbentuk
‘bintang’. Untuk sepatu, aku memakai flat shoes atau apalah namanya tadi
yang berwarna putih juga, tentunya. Kata Kak Icez, karna aku gak pandai
pakai high heels, jadi pakai flat shoes saja. Dan sentuhan terakhir,
make up ku yang tidak menor, just natural. Itu semua membuatku
benar-benar terkesima tidak percaya. Cantik! Dan itu tanpa maksud
menyombongkan diri. Aku terlihat… Perfect!#Bayangin sendiri gimana
kakMita dandan kaya gitu
Tin.. Tin..
Klakson sebuah mobil
berbunyi. Ah! Itu pasti Ijal, pacarku. Pacar? Yap, dia pacarku, lelaki
yang menggantikan posisi IKmal. Ijal adalah sesosok lelaki hebat. Dia
mempunyai sorot mata yang membuat orang tidak mampu berbohong dengannya.
Dia juga penyemangat bagiku. Bahkan, ehm.. Bukan bermaksud
membandingkan, Ijal adalah lelaki yang lebih baik dari IKmal, dalam segi
apapun itu. Dan yang membuatku sangat senang, orang tuanya telah
menyetujui hubungan kami. Dan aku sangat yakin, ialah cinta terakhirku.
Walaupun.. Sampai sekarang aku tak pernah melupakan Ikmal. Ya, sekarang
aku mempedomani perkataan Papa Ikmal, “Cinta itu bisa datang karna
adanya kebersamaan”. Pada awal pacaran dengan Ijal, aku memang tidak
terlalu mencintainya, tapi sekarang.. Dialah pemilik hatiku sepenuhnya.
Walaupun, dalam fikiranku masih ada ruang untuk Ikmal. Hei! Itu cuma
sekedar kenangan. Kenangan bukan untuk dilupakan, kan?
Setelah pamit dengan Bunda
dan Kak Icez, aku segera memasuki mobilnya, Honda CR-V hitam. Terlihat
ia memakai tuxedo putih, dengan kemeja hitam di dalamnya. Ditambah
celana putih dengan sepatu hitam. Ia juga memakai kalung berbandul
‘bulan’ sabit. Terakhir, jam tangan hitam favoritnya yang dipasang di
tangan kiri. Benar-benar serasi denganku. Benar-benar keren, apalagi
dengan gaya rambutnya yang acak-acakan. Hei! Ini tidak disengaja, hanya
‘kebetulan’. Aah.. Terima kasih Tuhan, Kau berikan aku pengganti yang
lebih baik.
“Lo cantik banget, MIt”,
ucapnya sambil menatapku lekat-lekat dari atas sampai ke bawah,
membuatku jadi salah tingkah.
“Hehe.. Makasih ya, Jal.
Lo juga keren banget”, pujiku jujur. Kami-pun langsung tancap gas ke
acara pertunangan Ikmal dan Dara itu.
“Hy, Mal. Hy, Dar”, sapaku ke mereka berdua.
“Hy, Mit..”, jawab Dara
tersenyum tulus. Ah, syukurlah.. Ikmal mendapatkan Dara yang baik
sekali. Tapi, daritadi Ikmal Cuma ‘speechless’, kaget mungkin karna
kedatanganku. Dan dari situ aku tau, bahwa Dara-lah yang mengundangku.
“Hy, Mal! Kenapa gue di diemin”, kataku sambil manyun untuk mencairkan suasana.
“Eh? Hy, Mit..”, sapanya kaget.
“Kenalin nih. Ini Ijal,
pacar gue”, ucapku tersenyum sambil mengenalkan Ijal ke mereka berdua.
Kaget. Ya, sangat kaget. Itu adalah ekspresi wajah Ikmal.
“Lo Ijal, pewaris tunggal Mar’s Group?”, tanya Dara gak percaya, mungkin.
“Yaa..”, jawab Ijal singkat.
“Eh, selamat yaah, Dar, Mal.. Moga-moga langgeng”, ucapku. Mereka berdua mengangguk.
“Gue juga ngucapin deh.. Congrats yoo.. Long last”, tambah Ijal.
“Thanks. Kalian long last juga yaa”, ucap Dara lembut.
“Siip.., jawab kami berdua.
“Lo napa, Mal? Diem mulu deh.. Senyum doong.. Ntar tamunya pada kabur lhoo”, candaku.
“Gak ada.. Gue cuma
pangling, lo cantik banget hari ini, Mit..”, ucapnya. DEG! Aku jadi
salah tingkah lagi. Gak boleh kayak gini! Aku udah punya Ijal.
“Ehm!”. Ijal dan Dara berdehem. Yaah, Ijal dan Dara memang sudah tau hubunganku dengan Ikmal dulu.
“Thanks ya, Mal”, ucapku
sedikit gugup. “Oh ya, nih buat lo, Mal”, sambungku sambil memberikan
sebuah surat ke Ikmal. Ikmal menerimanya dengan ragu. “Tenang aja, Dar..
Gue udah ada Ijal, kok”, tambahku sambil mengedipkan sebelah mata dan
merangkul manja Ijal. Wajah Dara, langsung bersemu merah.
“Eh, udah dulu yaa.. Kami
balik dulu”, pamit Ijal. Kami-pun pergi. Kulihat Ikmal membuka surat
dariku itu, yang berisi :
“Dear.. Ikmal..
Hehe.. Congrats yaah?
Moga-moga long last :) Aku tau, Dara emang yang the best buat kamu. Dan
benar kata Papa kamu, cinta itu bisa datang karna ada kebersamaan.
Setidaknya hubunganku dengan Ijal, dan kamu dengan Dara, begitukan?
Oya, bagiku kamu tetap
sang Matahari, dan Dara adalah Angin. Jangan kaget lhoo.. Maksud aku,
matahari dan angin itu kan penting banget buat manusia. Dan emang awan
gak bisa slalu bersama matahari, tapi aku akan coba jadi sahabat yang
slalu ada buat kamu, Mal :D
So, jangan lupain ato ngeganti posisi aku sebagai ‘awan’ yah?
Selain jadi Awan, aku
sekarang jadi Bintang loh, tentunya buat Bulanku, Ijal;) Hehhe.. Kamu
mau tau pengibaratannya? Bintang dan Bulan kan emang slalu bersama :)
Simple emang, tapi ‘banyak’ artian lain yang gag bisa aku jelasin.
Cahaya bulan emang pantulan dari sinar matahari, tapi bukan berarti
sinarnya Ijal kalah dari kamu lhoo :p Hehe.. Just Kidding, tapi emang..
Ijal itu bagaikan Bulan yang bisa gantiin Matahari kalo udah malam :)
Tau-tau ajalah artinya ;) Oke, jangan tersinggung yaah?
Inilah saatnya
Aku harus melepaskan dirimu
Thanks and Sorry :)
Cameria Happy Pramita”
###
The End